Yusra ,S.Ag dari SMP Negeri 2 Banda Aceh, calon Guru Penggerak Angkatan 8 tahun 2023. Pada kesempatan ini saya ingin berbagi pengetahuan tentang Pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin.yang terangkum dalam dalam Koneksi Antar materi Modul 3.1. Terima kasih saya ucapkan kepada Fasilitator Wahid Rohman, S. Or yang sangat luar biasa, Pangajar Praktik Asmaul Husna, S.Pd yang telah banyak membimbing saya sejak awal pada Program Pendidikan Guru Penggerak ini.
Perkenalkan saya Yusra ,S.Ag dari
SMP Negeri 2 Banda Aceh, calon Guru Penggerak Angkatan 8 tahun 2023. Pada
kesempatan ini saya ingin berbagi pengetahuan tentang Pengambilan keputusan
berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin.yang terangkum dalam
dalam Koneksi Antar materi Modul 3.1. Terima kasih saya ucapkan kepada
Fasilitator Wahid Rohman, S. Or yang sangat luar biasa, Pangajar Praktik Asmaul Husna, S.Pd yang telah banyak
membimbing saya sejak awal pada Program Pendidikan Guru Penggerak ini. Berikut
ulasan saya semoga bermanfaat!
“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa
yang berharga/utama adalah yang terbaik”
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is
best)
~Bob Talbert~
Kutipan di atas mengandung pesan bahwa penting untuk mengajarkan anak-anak
keterampilan dasar seperti menghitung dan berbagai kompetensi akademis lainnya.
Namun ada hal yang lebih penting adalah mengajarkan
mereka nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang lebih tinggi atau yang dianggap
terbaik dalam kehidupan. Seperti
mengajarkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan teknis harus mencakup juga
pembentukan karakter dan pengembangan etika. Artinya, selain belajar
untuk menghitung dan memiliki keterampilan akademis, anak-anak juga harus
diajarkan tentang moral, nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, empati,
tanggung jawab, dan kualitas-kualitas lainnya yang dianggap sebagai hal yang
paling berharga dalam kehidupan. Pesan ini mengingatkan kita untuk fokus pada
pendidikan yang holistik yang mencakup aspek intelektual dan moral agar
anak-anak dapat menjadi individu yang baik dan berkontribusi positif dalam
masyarakat.
Education is the art of making man ethical
Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat
manusia menjadi berperilaku etis.
~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~
Kutipan tersebut memiliki relevansi dengan pembelajaran pengambilan
keputusan karena menggarisbawahi pentingnya mengajarkan anak-anak tidak hanya
bagaimana menghitung atau memecahkan masalah secara matematis, tetapi juga
bagaimana membuat keputusan yang baik berdasarkan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip yang benar. Ketika anak-anak diajarkan tentang nilai-nilai seperti
kejujuran, integritas, empati, dan tanggung jawab, mereka akan lebih mampu
mengintegrasikan nilai-nilai ini dalam proses pengambilan keputusan mereka.
Keputusan yang diambil dengan berlandaskan pada nilai-nilai ini cenderung lebih
baik dalam jangka panjang. Intinya
pembelajaran pengambilan keputusan adalah bahwa pendekatan pendidikan
yang holistik, yang mencakup pengajaran nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang
berharga dalam kehidupan, dapat membantu anak-anak menjadi pengambil keputusan
yang lebih bijaksana dan bertanggung jawab.
Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara
dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan
keputusan sebagai seorang pemimpin?
Sebagai seorang guru yang tugas utamanya
adalah mendidik dan membangun kecerdasan murid harus menyadari bahwa setiap
apapun yang kita lakukan akan menjadi sebuah perhatian bagi peserta didik. Kita
akan menjadi model bagi perilaku anak dan keseluruhan sikap mental mereka. Maka
filosofi Ki Hajar Dewantara yang sangat fenomenal dengan semboyan beliau
semboyan ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, Tut wuri Handayani
dengan Pratap Triloka nya harus menjadi acuan dasar bagi kita
dalam melakukan pembelajaran di kelas. Bahkan tidak saja di dalam proses
belajar mengajar di kelas dapat menjadikan filosofi itu sebagai pedoman, di
luar kelas pun sangat efektif dijadikan sebagai pijakan termasuk dalam
kaitannya dengan pengambilan keputusan. Kita harus akui bahwa potensi yang
dimiliki oleh anak sangat beragam. Tidak ada anak yang bodoh, yang ada adalah
bagaimana sikap kita, cara pandang kita, dan perlakuan kita terhadap mereka
yang kemudian akan memberikan dampak yang besar terhadap pengembangan potensi
mereka, baik dari sisi knowledge, attitude, dan pembentukan kecapakan pada
bidang minat dan bakat mereka dalam setiap pembelajaran. Sebab itu menurut
pendapat saya, seorang guru harus objektif menilai seorang anak, dan
proporsional dalam memberikan perlakuan dan perhatian, serta adil dalam
memberikan kasih saying untuk mereka. Tidak boleh seorang guru membuat
keputusan yang berdasarkan emosional dan atas dasar like or dislike. Dalam konteks ini kita dapat menerapkan model ataupun medote 4
paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip penyelesaian dilema, dan 9 langkah
pengambilan dan pengujian keputusan.
Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri
kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan
suatu keputusan?
Sesungguhnya cara pandang seorang guru
sangat mempengaruhi penilaian dia terhadap apa yang dilihatnya, hingga pada
penilaian dan pengambilan keputusan akhir. Dari cara pandang atau paradigma
sebetulnya membentuk tatatan nilai-nilai yang diyakini sebagai sebuah
kebenaran. Padahal belum tentu apa yang dilihat tersebut adalah sebuah
kebenaran. Artinya cara pandang yang keliru dapat saja menghasilkan satu
kesimpulan yang tidak tepat dari permasalahan yang dilihat atau dihadapi. Sebab
itu, kita tidak boleh terlalu yakin bahwa nilai-nilai yang selama ini kita anut
sebagai sebuah kebenaran sudah barang tentu itu merupakan kebenaran yang
mutlak, apalagi jika hal itu berkaitan dengan hal-hal yang bersifat dinamis.
Memang! Setiap kita berhak untuk memegang teguh nilai-nilai yang kita bawa
sejak lama yang sudah terbukti itu sebagai kebenaran. Akan tetapi dalam sistem
pengambilan keputusan, kita tidak boleh serta merta menolak satu fakta lain
hanya karena tidak sesuai dengan nilai-nilai yang kita anut dan ada dalam diri
kita. Namun akan sangat bijak apabila kita mengumpulkan lebih banyak fakta,
data, informasi, dan kemudian kita konfirmasi serta validasi. Setelah itu baru
dirancang model pengambilan keputusan yang tepat. Dengan cara seperti ini, maka
nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kemandirian akan hadir dalam keputusan
yang kita ambil. Sehingga hasilnya akan menghadirkan win-win solution
(menang-menang). Sebaliknya juga kita harus mampu mengenali kekurangan dalam
diri, bahwa kita juga lahir dari sebuah komunitas yang selama hidup kita telah
menanamkan nilai-nilai tertentu. Namun semua itu belum tentu cocok dan sesuai
jika kita terapkan pada semua situasi, kondisi, dan tempat, karena pasti ada
perbedaan-perbedaan nilai juga diterapkan pada tempat lain. Secara umum seorang
guru tentu saja harus memiliki nilai-nilai
kebaikan, kejujuran, tanggung jawab, disiplin, toleransi, gotong-royong dan
nilai kebaikan lainnya dalam dirinya. Nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai
yang berlaku secara universal dalam hidup setiap anak dan warga sekolah, dan
sangat berpengaruh terhadap model pengambilan keputusan. Selain itu seorang
guru juga harus dapat berpikir berbasis pada hasil akhir (Ends-Based
Thinking), berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking), dan
berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking) agar menghadirkan cara
pandang yang tepat dan mendekati ideal.
Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan
dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau
fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian
pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan
tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas
pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh
sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.
Kegiatan terbimbing yang saya lakukan bersama
fasilitator dan pengajar praktik selama
mengikuti Pendidikan guru penggerak telah memberikan pengaruh besar terhadap
pola pengambilan keputusan yang saya ambil. Kegiatan pembimbingan tersebut
telah membantu saya untuk melihat kembali dan melakukan evaluasi bagaimana
keputusan-keputusan yang pernah saya buat. Apakah sudah sesuai dengan
kaidah-kaidah yang berlaku? Apakah sudah sesuai dengan norma-norma dan
nilai-nilai umum yang dianut? Apakah keputusan itu berdampak baik untuk semua?
Apakah keputusan itu dapat dipertanggungjawabkan secara moral? Seorang pendidik
pasti tidak selalu benar ataupun tidak selalu salah. Terkadang rasa
ketidaksukaan terhadap sesuatu telah menggiring dirinya untuk membuat keputusan
yang mengabaikan rasa adil, kasih saying, dan justru terkesan menghukum secara
berlebihan. Rasa seperti ini sering tidak disadari oleh seorang guru. Hal itu
bisa disebabkan oleh emosi yang tidak terkendali, egoisme, dan tidak mampu
menempatkan diri pada posisi yang seharusnya. Sehingga guru bisa terjerumus pada
sikap pribadi yang di luar kontrol. Oleh sebab itu, maka sangat penting bagi
seorang guru untuk melakukan pendekatan coaching dalam menyelesaikan setiap
permasalahan. Sehingga nilai-nilai dan itikad baik dalam membuat keputusan akan
berdampak positif saat keputusan tersebut dibuat. Saya sangat bersyukur karena
dalam program Pendidikan guru penggerak terdapat pembelajaran yang sangat
efektif tentang bagaimana seorang pemimpin pembelajaran menggunakan motode coaching
sebagai pendekatan dalam membuat keputusan, dan itu saya rasakan sangat efektif
sekali. Kata fasilitator saya sesi coaching membantu diri kita dalam
memaksimalkan potensi yang ada dalam memecahkan permasalahan saat menjadi
pemimpin pembelajaran. Sehingga saat menentukan suatu permasalahan, dilema
etika seorang guru mampu mengidentifikasi suatu permasalahan dengan tehnik coaching,
akhirnya dapat menghasilkan keputusan yang tepat dan berpihak pada murid.
Bagaimana
kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan
berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema
etika?
Kita harus ingat
bahwa setiap anak atau peserta didik itu unik. Karena keunikan tersebut, maka
pendekatan yang kita pilih adalah yang berpihak kepada murid. Guru haruslah
bersifat terbuka, toleran dan responsif terhadap kebutuhan murid. Seorang guru
dapat membantu peserta didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan dalam mengelola emosi untuk membangun hubungan yang sehat dan
menetapkan tujuan yang baik dalam mengambil segala keputusan sehingga akan
dapat terhindar dari problem dilemma etika. Sebagimana kita ketahui lima unsur
Kompetensi Sosial Emosional (KSE) Guru Penggerak dapat diterapkan pada proses
pembelajaran yaitu kesadaran diri, pengelolaan diri (manajemen diri), kesadaran
sosial, kemudian keterampilan berelasi serta pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab. Kesadaran diri yaitu kemampuan untuk memahami perasaan,
emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku
diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan. Manajemen diri yaitu
kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif
dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi. Kesadaran sosial
merupakan kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan
orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan
konteks yang berbeda-beda. Keterampilan berelasi adalah kemampuan untuk
membangun dan mempertahankan hubungan hubungan yang sehat dan suportif. Pengambilan
keputusan yang bertanggung jawab, yakni kemampuan untuk mengambil
pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam
mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi
manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk
kesejahteraan psikologis (well being) diri sendiri, masyarakat, dan
kelompok. Namun yang lebih penting dan sebagai prinsip mendasar adalah guru
sendiri juga harus memiliki kesadaran diri yang baik dan mampu mengendalikan
emosi diri. Seorang guru harus menyadari bahwa dirinya dalam melakukan
pekerjaan harus bersungguh-sungguh dan profesional.
Bagaimana
pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada
nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?
Nilai-nilai yang dianut oleh seorang guru
haruslah mampu menghadirkan perubahan yang lebih maju baru dirinya, peserta
didik, warga sekolah, dan masyarakat luas pada umumunya. Guru dapat menanamkan
nilai inovatif, kolaboratif, dan mandiri dalam dirinya untuk melahirkan sebuah
kebijakan dan kebijaksanaan dalam membuat keputusan sebagai pemimpin
pembelajaran. Melalui nilai-nilai tersebut seorang guru akan terbentuk menjadi
pemimpin pembelajaran yang sesungguhnya atau orisiniltas pendididik yang memiliki
jati diri yang mengedepankan moralitas dan etika. Dalam pengambilan keputusan
seorang pemimpin pembelajaran dapat menggali berbagai nilai dan alternatif yang
nantinya memberikan dampak positif bagi seluruh pemangku kepentingan, tidak aja
pihak sekolah tetapi juga masyarakat yang terlibat dalam pembelajaran sekolah.
Bagaimana
pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya
lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
Pengambilan keputusan yang tepat tentunya harus
dilakukan dengan berdasarkan pada fakta
yang otentik, logis, objektif, dan memenuhi aspek keuntungan semua pihak yang
terlibat dan dilibatkan. Sebelum sampai pada fase pembuatan keputusan, seorang
pemimpin pembelajaran harus terlebih dahulu mendengarkan masukan atau pendapat semua
pihak, mengajak mereka untuk mengungkapkan alasan-alasan mengapa suatu
perbuatan itu dilakukan, dan keputusan yang bagaimana yang pantas untuk diambil
demi kepentingan bersama. Berpijak pada aturan yang berlaku memang harus
diprioritaskan, namun pengambilan keputusan yang tepat itu tidak selalu
menggunakan pendekatan yuridis formal yang diberlakukan di sekolah yang memuat
sejumlah sanksi bagi yang melanggar. Sedangkan dalam konteks etika, perbuatan
tersebut dapat dibenarkan. Artinya di sini terjadi sebuah dilema etika. Bagi
seorang pendidik atau pemimpin pembelajaran, penting sekali untuk mengedepankan
pendekatan edukasi, kebijaksanaan, kejujuran dan seimbang dalam membuat sebuah
keputusan. Sehingga keputusan tersebut akan mengikat para pihak secara
psikologis tanpa perlu menekankan hukuman/sanksi. Dengan demikian keputusan
tersebut akan memberikan dampak positif dalam lingkungan sekolah, dapat
menciptakan suasana yang kondusif dan damai, serta pada akhirnya akan tercipta
rasa aman dan melahirkan kenyamanan bagi seluruh warga sekolah, peserta didik,
dan pihak lainnya.
Apakah tantangan-tantangan di
lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap
kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma
di lingkungan Anda?
Pengambilan
keputusan yang dilakukan berlandaskan atas tiga prinsip penyelesaian dilema,
yaitu Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir
Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) ataukah Berpikir Berbasis Rasa
Peduli (Care-Based Thinking). Pemilihan prinsip tersebut tentunya
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Meskipun setiap keputusan pasti ada risiko,
pro dan kontra, namun hal ini menjadikan salah satu tantangan tersendiri.
Tantangan yang saya hadapi dalam pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus
yang sifatnya dilema etika adalah perasaan tidak enak yang timbul karena tidak
dapat memuaskan semua pihak. Namun dengan mengikuti sembilan langkah
pengambilan keputusan dapat mengurangi perasaan tidak nyaman dan keputusan yang
saya ambil dapat diterima oleh semua pihak. Tentu saja memiliki kaitan dengan
perubahan paradigma di lingkungan sekolah terutama Ketika sebuah keputusan yang
kita ambil itu merupakan bagian dari perintah atasan misalnya Kepala Sekolah. Perubahan
paradigma tersebut kemudian tercipta lewat penjelasan yang lebih arif kepada
kepala sekolah agar dalam membuat keputusan sejatinya adalah untuk meningkatkan
partisipasi warga sekolah dalam mendukung pembelajaran yang berpihak kepada
murid.
Apakah
pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang
memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang
tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?
Setiap keputusan yang dibuat oleh seorang
guru akan memberi pengaruh terhadap pengajaran murid-murid atau peserta didik.
Pengaruh tersebut bisa positif dan dapat pula negatif. Namun yang lebih penting
sebagai landasan dalam membuat keputusan harus mengasilkan kemungkinan semakin
meningkatnya pengajaran yang memerdekakan murid. Peserta didik harus menjadi
prioritas dari para pendidik agar mereka mendapatkan hasil belajar yang lebih
baik dari proses pembelajaran yang berpihak pada mereka. Keputusan pembelajaran
yang tepat oleh seorang pendidik dilakukan berdasar pada potensi peserta didik
yang berbeda-beda disebabkan adanya perbedaan bakat, minat, gaya belajar, dan
mengenali karakteristik unik yang dimiliki. Berangkat dari hasil asesmen dan
observasi tersebut, kita sebagai pendidik kemudian memutuskan pengajaran yang
paling sesuai dengan kebutuhan mereka, baik dari sisi konten, media yang
digunakan, hingga model dan metode pembelajaran yang dipilih. Dengan kata lain
pendekatan pembelajaran diferensiasi dapat menjadi alternatif pertama yang
menciptakan merdeka belajar peserta didik.
Bagaimana
seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi
kehidupan atau masa depan murid-muridnya?
Manakala seorang guru
sebagai pemimpin pembelajaran membuat sebuah keputusan yang memerdekakan dan
berpihak pada murid, maka dapat dipastikan murid-muridnya akan belajar menjadi
oang-orang yang merdeka, kreatif , inovatif serta mandiri dalam mengambil
keputusan yang menentukan bagi masa depan mereka sendiri kelak. Dimasa depan
mereka akan tumbuh menjadi individu-individu yang bijak, tangguh, dan penuh
pertimbangan dalam membuat keputusan-keputusan penting bagi kehidupan dan
pekerjaannya. Keputusan yang diambil oleh seorang guru akan menjadi
ibarat pisau yang disatu sisi apabila digunakan dengan baik akan membawa
kesuksesan dalam kehidupan murid di masa yang akan datang. Bagitu pula
sebaliknya apabila kebutuhan tersebut tidak diambil dengan bijaksana, maka bisa
jadi akan berdampak sangat buruk bagi masa depan murid-murid. Keputusan yang
berpihak kepada murid haruslah melalui pertimbangan yang sangat akurat dimana
dilakukan terlebih dahulu pemetaan terhadap minat belajar, profil belajar dan
kesiapan belajar murid untuk kemudian dilakukan pembelajaran berdiferensiasi
yaitu melakukan diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi
produk.
Apakah
kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini
dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?
Kesimpulan akhir
yang dapat ditarik dari pembelajaran modul pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai
seorang pemimpin keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya adalah
Modul pengambilan keputusan
berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin adalah membantu
kita memahami pentingnya integritas dan etika dalam proses pengambilan
keputusan. Nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab yang
ditekankan dalam modul-modul sebelumnya, terutama dalam filosofi Ki Hajar
Dewantara, menjadi dasar penting dalam pengambilan keputusan yang etis dan
bermoral. Visi pendidikan yang berorientasi pada iswa seperti pengambilan
keputusan dan nilai-nilai guru penggerak menekankan pentingnya berfokus pada
kepentingan siswa. Keputusan-keputusan yang diambil harus memprioritaskan
pembelajaran dan perkembangan siswa, sejalan dengan visi-visi sekolah penggerak
yang berfokus pada menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung
perkembangan holistik siswa. Kemudian pendekatan yang inklusif dan berpusat
pada siswa, pengambilan keputusan juga mendukung pendekatan inklusif yang mencakup
perbedaan individu. Ini sesuai dengan visi-visi sekolah penggerak yang
menghargai keberagaman dan mencoba memenuhi kebutuhan semua siswa. Sehingga
mencerminkan pentingnya kepemimpinan yang berfokus pada pencapaian hasil yang
positif dalam pendidikan. Keputusan-keputusan yang diambil harus memiliki
tujuan jangka panjang yang jelas, sesuai dengan visi-visi sekolah penggerak
untuk meraih prestasi akademik yang baik dan perkembangan siswa yang holistik.
Secara keseluruhan, modul pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan
sebagai seorang pemimpin menjadi titik
akhir dalam pemahaman dan penerapan nilai-nilai dan filosofi pendidikan yang
telah dipelajari sepanjang perjalanan pembelajaran. Dengan pengambilan keputusan
yang bijaksana, berorientasi pada etika, dan berpusat pada siswa, pemimpin
pendidikan dapat berkontribusi positif dalam menciptakan lingkungan pendidikan
yang mendukung perkembangan dan kesuksesan siswa.
Sejauh
mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini,
yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3
prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian
keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?
Pemahaman tentang
konsep-konsep yang telah saya pelajari antara lain; dilema etika dan dilema
moral adalah dua konsep terkait dalam konteks pengambilan keputusan yang
melibatkan pertimbangan nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral tetapi keduanya
memiliki perbedaan dalam lingkup dan aspek-aspek tertentu. Dilema moral
adalah cenderung lebih spesifik dan
berfokus pada situasi atau tindakan tertentu yang melibatkan pertimbangan
nilai-nilai moral. Sedangkan dilema etika adalah memiliki cakupan yang lebih luas. Ini
mencakup pertimbangan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan norma-norma moral yang
lebih umum, dan seringkali melibatkan pertimbangan etika yang lebih abstrak
atau konsep-konsep seperti keadilan, kebebasan, dan hak asasi manusia. Kemudian
4 paradigma pengambilan keputusan yaitu; 1) individu lawan kelompok (individual
vs community). Paradigma ini lebih menekankan peran individu, sementara
yang lain lebih menekankan peran kelompok dalam proses pengambilan keputusan;
2) rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy). Pengambilan
keputusan yang rasional akan mempertimbangkan fakta dan data secara objektif
untuk mencapai hasil yang adil dan berdasarkan prinsip-prinsip keadilan; 3) kebenaran
lawan kesetiaan (truth vs loyalty). Dalam paradigma ini, penekanan utama
adalah pada mencari kebenaran dan mengambil keputusan berdasarkan fakta dan
data yang tersedia; 4) angka pendek lawan jangka panjang (short term vs long
term). Dalam paradigma ini, pengambilan keputusan cenderung didasarkan pada
analisis objektif data dan informasi yang tersedia untuk mencapai hasil yang
optimal. Tiga prinsip pengambilan keputusan yang berpedoman kepada pada Pratap
Triloka Ki Hajar Dewantara adalah Ing
Ngarso Sung Tulodo, Ing Karso, Tut Wuri Handayani. Artinya,
seorang guru harus mampu memberikan contoh baik atau teladan bagi peserta didik
dan guru diharapkan mampu mengambil keputusan yang tepat serta bijaksana dan berpihak kepada murid,
sehingga murid dapat mengembangkan minat, bakat sesuai dengan potensi yang
dimilikinya. Sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Selanjutnya
segala keputusan haruslah di ambil secara tepat dan bijaksana karena sebagai
seorang pemimpin pembalajaran membutuhkan pengujian yang sejalan dengan prinsip
pengambilan keputusan yang etis . Terdapat Sembilan langkah pengambilan
pengujian keputusan dalam dilemma etika
yaitu (1) mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam
situasi tertentu, (2) menentukan siapa yang terlibat dalam situasi tersebut,
(3) mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi tersebut, (4) melakukan
pengujian benar atau salah, (5) melakukan pengujian paradigma benar dan benar,
(6) melakukan prinsip resolusi, (7) investigasi Opsi Trilema, (8) membuat
keputusan, dan (9) melihat kembali keputusan itu, lalu refleksikan.
Sebelum
mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai
pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa
yang Anda pelajari di modul ini?
Sebelum mempelajari
modul ini, saya pernah menerapkan pengambilan keputusan dalam situasi moral
dilemma yaitu ketika menghadapi siswa yang berbuat kesalahan namun kesalahan
yang ia lakukan disebabkan oleh ketidaktahuannya terhadap apa yang tidak boleh
dilakukan. Namun saya harus memberikan dia sanksi atau hukuman sebagaimana
siswa lain yang melakukan kesalahan yang sama tetapi dilakukan secara sadar,
sehingga saya merasa tidak nyaman dalam atas keputusan tersebut karena
bertentangan dengan hati saya sendiri. Setalah saya mempelajari modul ini
ternyata saya mulai mengetahui dan menyadari keputusan yang pernah saya lakukan
pada kasus di atas adalah tidak tepat. Saat ini dalam pengambilan keputusan
saya mulai melakukan pendekatan pengelolaan kelas dan proses pembalajaran .
Sebagai Guru penggerak kedepan saya juga
harus selalu memotivasi siswa dan
menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif, harus menggunakan pengambilan
keputusan yang berprinsip menang-menang atau benar-benar. Sehingga pengambilan
keputusan selalu berfokus pada kepentingan siswa dan tujuan pembelajaran. Saya
harus lebih banyak memahami kebutuhan siswa, kemampuan mengelola kelas, serta
kemampuan untuk merespons dan menyesuaikan rencana pembelajaran sesuai
kebutuhan siswa selain itu saya akan terus mengevaluasi, dan merefleksi karena itu merupakan bagian
penting dari proses pengambilan keputusan guru untuk meningkatkan kualitas
pengajaran dan pembelajaran di kelas sehingga suasana kelas
menjadi menyenangkan. Itulah perbedaan yang saya rasakan setelah
mempelajari modul ini.
Bagaimana
dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi
pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti
pembelajaran modul ini?
Secara jujur saya mengakui bahwa setelah
mengikuti program Pendidikan guru penggerak ini terutama mempelajari topik
tentang pengambilan keputusan telah memberikan pencerahan yang sangat besar
terhadap cara berpikir dan cara pandang saya terhadap satu permasalaha yang
perlu mendapat resolusi. Sebelumnya saya cenderung memandang bahwa pengambilan
keputusan adalah berada ditangan atasan saya seperti kepala sekolah. Adapun
saya sebagai guru hanyalah pelaksana dari keputusan yang telah dibuat oleh
pimpinan sekolah, dan guru tidak banyak terlibat dalam proses tersebut. Namun
ternyata setelah saya mempelajari modul ini secara lebih serius, apalagi dengan
bimbingan pengajar praktik dan fasilitator yang sangat bagus telah merubah cara
pandang saya dan memiliki paradigma baru dalam pengambilan keputusan. Bahwa
kita sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu dan dapat membuat keputusan yang
menguntung peserta didik dalam konteks memerdekakan mereka secara humanistik
agar terjadi peningkatan kapasitas belajar yang optimal berdasarkan potensi
yang dimiliki oleh masing-masing mereka. Tidak seperti pada kebiasaan lama
yaitu pengambilan keputusan lebih pada kepentingan egoisme guru dan kerap
menggunakan pendekatan sanksi/hukuman, yang pada akhirnya telah melumpuhkan
daya kritis mereka dan menghancurkan motivasi belajar peserta didik.
Seberapa
penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda
sebagai seorang pemimpin?
Menurut pendapat saya, mempelajari topik
modul ini sangat penting artinya baik bagi saya sebagai individu ataupun
sebagai seorang pemimpin. Ada beberapa alasan dan argumentasi reflektif yang
dapat saya utarakan. Diantaranya adalah dalam modul yang
dipelajari berkaitan dengan topik pengambilan keputusan, di sini kita
ditanamkan pengambilan keputusan yang berbasis pada nilai-nilai kebajikan
sebagai seorang pemimpin. Kemudaian modul pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai
seorang pemimpin dapat membantu kita memahami pentingnya integritas dan etika
dalam proses pengambilan keputusan itu sendiri seperti nilai-nilai seperti
kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab yang ditekankan sebagaimana dipelajari
pada modul-modul sebelumnya, terutama dalam filosofi Ki Hajar Dewantara,
menjadi dasar penting dalam pengambilan keputusan yang etis dan bermoral. Visi
pendidikan yang berorientasi pada iswa seperti pengambilan keputusan dan
nilai-nilai guru penggerak menekankan pentingnya berfokus pada kepentingan
siswa.